A. Selayang Pandang
Sebagai
kota budaya, Yogyakarta tidak bisa terlepas dari keberadaan seni tari
yang sudah ada sejak lama. Keberadaan Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang
tumbuh di lingkungan keraton melalui waktu yang panjang dan nilai
artistik yang tinggi adalah hasil karya budaya yang tidak bisa
dipisahkan dari Yogyakarta.
Secara umum, kegiatan
kesenian dan kebudayaan yang menampilkan tari-tari klasik masih ada di
dua keraton di Yogyakarta (Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
dan Puro Pakualaman). Tari-tari klasik tersebut adalah:
Secara umum, kegiatan kesenian dan kebudayaan yang menampilkan
tari-tari klasik masih ada di dua keraton di Yogyakarta (Keraton
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman).
Macam Tari-tari
klasik tersebut adalah:
> Bedhaya Sang Amurwabhumi. Tari ini adalah salah satu jenis Tari
Klasik Gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X.
Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada
swargi (almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep
filosofis setia kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu
berbuat baik dan sosial. Konsep dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan
Hamengku Buwana X, sedangkan koreografinya adalah K.R.T.Sasmintadipura.
Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono
pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada
Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990. Bedhaya Sang Amurwabhumi
ditarikan oleh sembilan penari putri dan berdurasi dua setengahjam, dan
diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai
simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai
ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya
dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik melalui pola pikir
mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti
juga dengan bedhaya yang lainnya tetap sesuai dengan tradisi dan mengacu
pada patokan baku tari bedhaya.Dasar ceritanya diambil dari Serat
Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit. Bedhaya Sang
Amurwabhumi mengambil cerita sentral pada sang Amurwabhumi (Ken Arok)
dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) dalam menyimbolisasikan spirit
patriotisme dan filosofi kepemimpinan.
> Bedhaya Herjuna Wiwaha. Bedhaya ini menceritakan proses pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB X.
> Bedhaya Sapta. Sesuai dengan namanya, bedhaya ini ditarikan oleh
tujuh orang penari. Tari Bedhaya ini diciptakan oleh Sri Sultan HB IX
yang bercerita tentang perjalanan dua orang utusan Sultan Agung ke
Batavia. Dalam perjalanan ke Batavia, kedua utusan itu harus berjuang
menghadapi berbagai rintangan hingga sampai ke tujuan.
> Bedhaya Sabda Aji. Tari ini dimainkan oleh sembilan orang yang
bercerita tentang sabda aji raja) atau perintah Sri Sultan HB IX kepada
para empu tari untuk menyempurnakan Tari Golek Menak. Salah satu penari
dalam Bedhaya Sabda Aji adalah putri sulung Sri Sultan HB X, GKR
Pembayun.
> Bedhaya Angron Sekar. Cerita dalam bedhaya ini adalah Sutawijaya
yang menaklukan Arya Penangsang. Istri Arya Penangsang, Angron Sekar,
bermaksud balas dendam. Namun, akhirnya justru Angron Sekar jatuh cinta
terhadap Sutawijaya. Bedhaya Angron Sekar ini merupakan karya dari
K.R.T. Sasmintadipura.
> Beksa Golek Menak. Tari ini biasa juga disebut Beksan Menak karena
mengandung arti menarikan wayang Golek Menak. Tari Golek Menak merupakan
salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri
Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Tari Golek Menak berawal dari ide
sultan setelah menyaksikan pertunjukan Wayang Golek Menak yang
dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Sri
Sultan Hamengku Buwana IX sangat terkesan menyaksikan pertunjukan Wayang
Golek dari Kedu itu. Maka dibenak beliau timbul ide untuk menarikan
wayang golek itu di atas pentas. Beksa Golek Menak bersumber dari cerita
Menak Cina.
> Golek Ayun Ayun. Tarian ini menampilkan daya tarik dan keindahan seorang perempuan yang mempercantik diri.
> Sekar Pudyastuti. Tarian yang merupakan tarian penyambutan khusus
ini menampilkan gerakan tarian gaya perempuan Yogyakarta yang anggun.
> Golek Retno Adaninggar. Ditampilkan dengan gaya Golek Menak yang
diadaptasi dari wayang golek. Tarian Solo ini menggambarkan masa ketika
putri China, Retno Adaninggar menyadari penangkapan orang-orang yang
dikasihi oleh musuhnya. Mulai dari itu dia bersiap-siap untuk ikut ke
medan pertempuran.
> Topeng Putri Kenakawulan. Tari topeng ini diadaptasi dari kisah
Panji pada abad ke-15 dan menggambarkan putri Kenakawulan yang jatuh
cinta kepada Carangwaspa.
> Klono Alus Jungkungmandeya. Tarian ini diadaptasi dari kisah
Mahabarata yang menggambarkan Pangeran Muda Jungkungmandeya yang jatuh
cinta kepada Srikandi. Tarian ini merupakan contoh yang bagus untuk tari
gaya alus.
> Klono Gagah Dasawasisa. Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata
yang menggambarkan Raja Dasawasisa yang sedang mabuk cinta kepada Wara
Sumbadra.
> Topeng Klono Alus. Tari topeng ini diadaptasi dari cerita Panji abad
ke-15 yang menggambarkan pangeran muda Gunungsari yang jatuh cinta
kepada Ragil Kuning.
> Topeng Klono Gagah. Tari topeng ini diadaptasi dari cerita Panji
abad ke-15 yang menggambarkan Raja Sewandana yang sedang mabuk cinta
kepada Candrakirana.
> Jaka Tarub–Nawangwulan. Tari bercerita tentang seorang pemuda
bernama Jaka Tarub yang sedang berburu burung di hutan dan melihat
bidadari cantik turun dari khayangan hendak mandi di danau. Dia
bersembunyi dan mengintip bidadari Nawangwulan dan jatuh cinta. Ketika
Nawangwulan sedang mandi Jaka Tarub mencuri pakaiannya sehingga
Nawangwulan tidak bisa bisa kembali ke khayangan.
> Retna Dumilah–Panembahan Senopati: Cerita dalam tarian ini
mengisahkan peperangan Panembahan Senopati Kerajaaan Mataram dengan Raja
Madiun pada abad ke 7 di Jawa. Raja Madiun yang kalah memberikan
putrinya, Retno Dumilah, sebuah keris ampuh untuk membunuh Senopati.
Ketika Retno Dumilah menghunus kerisnya, Senopati mendekatinya dengan
penuh perasaan sehingga mematahkan kekuatan keris Retno Dumilah.
Akhirnya, Retno Dumilah menjadi istri Senopati.
> Srikandi–Larasati: Selama masa menjelang pernikahannya dengan
Arjuna, Srikandi setuju untuk melakukan kontes untuk membuktikan
kekuatannya kepada Larasati. Larasati menantangnya dan akhirnya
terkalahkan. Namun, Srikandi tetap memaksa Larasati untuk menikah dengan
Arjuna.
> Srikandi–Suradewati. Tari ini bercerita tentang kecemburuan Srikandi
pada Putri Suradewati. Srikandi kemudian menantang Suradewati
bertanding, dan akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh Srikandi
menang.
> Sirtupilaeli–Sudarawerti. Tari ini bercerita tentang pertarungan
antara Sirtupilaeli dengan Sudaraweti sebagai penentu siapa yang akan
menikah dengan Menak Djinggo. Pada awalnya, hanyalah pemenang
pertempuran yang dapat menikah dengan Menak Djinggo. Namun, setelah
pertandingan, kedua perempuan ksatria tersebut akhirnya menjadi istri
Menak Djinggo.
> Rengganis–Widaninggar. Tari ini bercerita tentang Putri China
Widaninggar yang hendak membalas dendam atas kematian saudaranya yang
mati dalam pertempuran memperebutkan cinta Menak Djinggo. Tetapi
Widaninggar dikalahkan oleh saudara ipar pembunuh saudaranya, yaitu
Rengganis.
> Umarmaya–Umarmadi. Raja Umarmadi pertama harus mengalahkan Kepala
penasehat Umarmaya sebelum dia dapat mengalahkan Menak Djinggo. Umarmadi
kalah tetapi kemudian dia dan Umarmaya berteman baik.
> Beksan Senggana–Saksadewa. Tarian ini merupakan bagian dari cerita
Ramayana yang disebut “Senggana Duta”. Sri Rama memberi Senggana
(Anoman), seekor monyet putih untuk mencari istri Rama, Dewi Sinta.
Senggana menemukan Sinta dan agar bertemu dengan Rahwana dia
menghancurkan Argasaka. Raksasa Saksadewa, anak Rahwana menjadi marah
dan ingin menangkap Senggana tetapi terbunuh dalam pertempuran.
> Beksan Gathutkaca–Pregiwa. Tari ini menggambarkan bagian dari kisah
Mahabharata. Gathutkaca mengungkapkan pada Pregiwa bahwa dia jatuh cinta
kepadanya. Pregiwa menerima cintanya dan berjanji untuk setia sehidup
semati.
> Beksan Carangwaspa–Kenakawulan: Cerita ini diambil dari cerita
Panji. Dewi Kenakawulan dari Manggada ingin menguji kekuatan Raden Panji
Carangwaspa. Jika dapat mengalahkannya dia akan menjadi istrinya.
> Beksa Umarmaya–Jayengpati: Tarian ini merupakan bagian dari cerita
Menak Djinggo. Prabu Jayengpati Raja dari Tunjungyaban telah mencuri
pusaka “Sonsong Tunggalnaga” dari pemiliknya Wong Agung Jayengrana.
Adipati Umarmaya dari negeri Puserbumi mencoba untuk merebut pusaka dan
mengembalikan pada Wong Agung Jayengrana. Dia berhasil melakukannya
dengan mengalahkan Prabu Jayengpati Raja.
> Tari Serimpi Sangupati : Tarian sakral jogja
B. Keistimewaan
Sebagai pusat budaya,
Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki berbagai kekayaan
budaya adiluhung bernilai seni tinggi. Salah satunya adalah Tari Klasik
Gaya Yogyakarta-Mataraman yang sangat banyak macam dan jumlahnya. Tari
klasik ini mulai ada saat keraton bediri dan masih tetap eksis hingga
saat ini, serta diharapkan terus berkembang hingga seterusnya. Keraton
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki tarian pusaka yang
bersifat sakral, yaitu Bedhaya, yang merupakan induk dari semua tari
putri gaya Yogyakarta.
Tari klasik bukanlah semata-mata
komposisi gerak tubuh yang disusun menjadi satu kesatuan sajian
tontonan yang utuh, namun dibalik itu tersimpan sebuah kisah atau makna
filosofis yang tinggi untuk disampaikan sebagai sebuah pesan bagi
kehidupan manusia.
C. Lokasi
Tari-tarian
klasik gaya Yogyakarta-Mataraman ini, dapat Anda nikmati di Keraton
Nyayogyakarta Hadiningrat dan di Pura Pakualaman pada setiap acara
penobatan maupun pagelaran yang digelar oleh kedua keraton tersebut.
Bagi Anda yang ingin melihat proses latihan para penari Tari Klasik ini,
dapat mengunjungi Bangsal Pagelaran yang terletak di bagian utara
keraton setiap hari Minggu pagi.
Sementara itu, untuk
lokasi Tari Klasik dari Keraton Pakualaman, bisa Anda nikmati di Pura
Pakualaman yang berlokasi di Jl. Sultan Agung, Kecamatan Pakualaman,
Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
D. Akses
Lokasi
Keraton Yogyakarta yang terletak di pusat Kota Yogyakarta menjadikan
akses menuju ke keraton ini sangat mudah. Selain dapat menggunakan
kendaraan pribadi, Keraton juga bisa diakses sebagian besar angkutan
umum yang melintas di Kota Yogyakarta.
Sementara itu,
Pura Pakualaman dapat diakses dari Bandara Adisutjipto dengan
menggunakan Bus Trans-Jogja (trayek 1A atau 1B) melewati Jalan
Kusumanegara dan Sultan Agung dengan membayar ongkos sekitar Rp
3.000,00. Setelah sekitar 25 menit kemudian, wisatawan dapat turun di
Halte Bus Trans-Jogja di depan Pura Pakualaman, kemudian jalan kaki
sekitar 50 meter menuju Pura Pakualaman. Jika berangkat dari Terminal
Giwangan, pewisata dapat menggunakan bus kota jalur 4 atau jalur 12
melewati Jalan Sultan Agung, kemudian turun di depan Pura Pakualaman
dengan membayar ongkos sekitar Rp. 3.000,00 (Juli 2010).
Selain
itu, jika berangkat dari Stasiun Lempuyangan, wisatawan dapat
menggunakan becak atau andong menuju Pura Pakualaman dengan membayar
ongkos sekitar Rp. 15.000,00 atau bisa juga menggunakan taksi dengan
membayar ongkos kurang lebih Rp. 20.000,00. Sementara pewisata yang
berangkat dari Stasiun Tugu dapat menggunakan becak atau andong menuju
ke Pura Pakualaman dengan membayar ongkos kurang lebih Rp. 10.000,00.
E. Harga Tiket
Tiket
masuk ke bagian depan Keraton, yaitu Pagelaran dan sekitarnya sebesar
Rp. 5.000,00 sedangkan tiket masuk untuk bagian dalam Keraton melalui
Keben sebesar Rp. 7.000,00. Sementara itu, kunjungan
Anda ke Pura Pakualaman tidak dikenai biaya sepeser pun. Istana kedua di
Yogyakarta ini buka setiap hari pada pukul 08.00 sampai pukul 17.00
WIB. Sedangkan untuk Museum Pakualaman buka pada hari-hari tertentu,
yakni Minggu, Selasa, dan Kamis, pukul 09.00 sampai pukul 13.30 WIB.
F. Akomodasi dan Fasilitas
Tempat
parkir kendaraan, terdapat di sekitar Pagelaran, sekitar Keben, dan
Alun-alun Utara. Banyak terdapat kios penjual cinderamata di sekitar
Keraton. Di dalam komplek Pura Pakualaman terdapat sebuah Masjid Besar
Pakualaman yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II. Selain
itu, juga ada Stasiun Radio Star FM dan kantor-kantor unit usaha yang
dijalankan oleh keluarga besar Paku Alam.
sumber: http://daftarwisatajogja.blogspot.co.id/p/macam-tarian-tradisional-khas-jogja.html