Kamis, 17 November 2016

Tari Muang Sangkal Tarian Tradisional Dari Madura, Jawa Timur

Tarian satu ini merupakan salah satu tarian tradisional yang terkenal dari Madura, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Muang Sangkal.
Apakah Tari Muang Sangkal itu?

Tari Muang Sangkal adalah salah satu tarian tradisional masyarakat Madura yang dilakukan untuk ritual tolak bala atau menjauhkan dari mara bahaya. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu besar dan berbagai acara adat lainnya. Tari Muang Sangkal ini merupakan tarian tradisional yang sangat terkenal dan menjadi salah satu icon seni tradisional dari Madura, Jawa Timur.
Sejarah Tari Muang Sangkal
Tari Muang Sangkal ini diciptakan oleh seorang seniman asal Sumenep, Madura, Jawa Timur bernama taufikurrachman. Tarian ini diciptakan sebagai rasa kepedulian para seniman terhadap kekayaan yang dimiliki oleh Madura yang sarat akan karya dan keunikan didalamnya. Selain itu juga mengangkat kembali sejarah kehidupan Keraton Sumenep pada jaman dahulu.
Nama Tari Muang Sangkal sendiri diambil dari kata “Muang” dan “Sangkal”. Kata “muang“ berarti membuang, sedangkan kata “sangkal” sendiri berarti kegelapan atau sesuatu yang berhubungan dengan santapan setan atau jin (pada ajaran agama hindu jaman dahulu). Namun kata sangkal bagi masyarakat Sumenep sediri bisa diartikan seperti penolakan atau karma, contohnya apa bila orang tua memiliki anak perempuan dan dilamar oleh seorang pria maka tidak boleh ditolak karena membuat anak perempuan tersebut menjadi sangkal atau tidak laku selamanya. Jadi tarian ini bisa diartikan membuang malapetaka.
Fungsi Tari Muang Sangkal
Bagi masyarakat Madura, Tari Muang Sangkal ini dianggap dapat menjauhkan dari bahaya atau buang sial. Menurut fungsinya, tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara seperti acara adat, pernikahan dan juga penyambutan tamu besar yang datang ke sana.
Pertunjukan Tari Muang Sangkal
Dalam pertunjukan Tari Muang Sangkal ini dilakukan oleh para penari wanita. Jumlah penari yang ditampilkan harus ganjil, bisa satu, tiga, lima dan seterusnya. Selain itu karena merupakan tarian yang terbilang sakral, penari yang ditampilkan harus dalam kondisi suci atau datang bulan.
Dalam pertunjukannya, diawali dengan gerakan yang cepat, penari berjalan beriringan menuju panggung. Setalah itu dilanjutkan dengan gerakan yang lebih halus, penari menari sambil membawa cemong atau mangkuk kuningan yang berisi kembang beraneka macam dan menaburkannya dengan gerakan yang lembut dan indah. Gerakan tersebut tentunya diselaraskan dengan musik pengiring.
Music Pengiring Tari Muang Sangkal
Dalam pertunjukan Tari Muang Sangkal ini diiringi oleh Musik Gamelan khas Keraton. Gendhing yang digunakan untuk mengiringi Tari Muang Sangkal ini diantaranya seperti gendhing sampak, gendhing oramba’ – orambe’ dan gendhing lainnya.
Kostum Tari Muang Sangkal
Busana yang digunakan pada Tari Muang Sangkal ini merupakan busana pengantin legha khas Sumenep, dengan perpaduan warna khas yaitu merah, kuning dan hitam. Pada bagian atas, penari menggunakan kemben berwarna hitam dan kain penutup dada yang dikalungkan di leher. Sedangkan pada bagian bawah menggunakan kain panjang di dalam dan diluar menggunakan beberapa kain tambahan berwarna merah dan kuning sebagai pemanis. Pada bagian kepala menggunakan mahkota dengan berbagai hiasan bunga – bunga. Selain itu juga terdapat beberapa aksesoris tambahan seperti sabuk, gelang dan cunduk. Untuk property yang digunakan saat menari diantaranya seperti sampur dan cemong.
Perkembangan Tari Muang Sangkal
Dalam perkembangannya, Tari Muang Sangkal ini masih terus dilestarikan dan masih tetap hidup sampai sekarang. Selain karna fungsinya, kecintaan masyarakat akan budaya warisan nenek moyang sangat mempengaruhi keberadaan Tari Muang Sangkal ini. Dalam perkembangannya, tarian ini masih tetap ditampilkan dalam berbagai acara disana seperti acara adat dan penyambutan tamu besar. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara festival budaya, baik di daerah maupun luar daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian dan memperkenalkan kepada masyarakat luas akan Tari Muang Sangkal ini.
Cukup sekian pengenalan tentang “Tari Muang Sangkal TarianTradisional Dari Madura, Jawa Timur”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.
YUK CINTAI DAN LESTARIKAN KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA!

Related Posts:


sumber:  http://www.negerikuindonesia.com/2015/08/tari-muang-sangkal-tarian-tradisional.html
A. Selayang Pandang

Sebagai kota budaya, Yogyakarta tidak bisa terlepas dari keberadaan seni tari yang sudah ada sejak lama. Keberadaan Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang tumbuh di lingkungan keraton melalui waktu yang panjang dan nilai artistik yang tinggi adalah hasil karya budaya yang tidak bisa dipisahkan dari Yogyakarta.

Secara umum, kegiatan kesenian dan kebudayaan yang menampilkan tari-tari klasik masih ada di dua keraton di Yogyakarta (Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman). Tari-tari klasik tersebut adalah:

  
Secara umum, kegiatan kesenian dan kebudayaan yang menampilkan tari-tari klasik masih ada di dua keraton di Yogyakarta (Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman). Macam Tari-tari klasik tersebut adalah:


Bedhaya Sang Amurwabhumi. Tari ini adalah salah satu jenis Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi (almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep filosofis setia kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial. Konsep dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan Hamengku Buwana X, sedangkan koreografinya adalah K.R.T.Sasmintadipura. Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990. Bedhaya Sang Amurwabhumi ditarikan oleh sembilan penari putri dan berdurasi dua setengahjam, dan diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik melalui pola pikir mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lainnya tetap sesuai dengan tradisi dan mengacu pada patokan baku tari bedhaya.Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit. Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil cerita sentral pada sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) dalam menyimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.
> Bedhaya Herjuna Wiwaha. Bedhaya ini menceritakan proses pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB X.
Bedhaya Sapta. Sesuai dengan namanya, bedhaya ini ditarikan oleh tujuh orang penari. Tari Bedhaya ini diciptakan oleh Sri Sultan HB IX yang bercerita tentang perjalanan dua orang utusan Sultan Agung ke Batavia. Dalam perjalanan ke Batavia, kedua utusan itu harus berjuang menghadapi berbagai rintangan hingga sampai ke tujuan.
Bedhaya Sabda Aji. Tari ini dimainkan oleh sembilan orang yang bercerita tentang sabda aji raja) atau perintah Sri Sultan HB IX kepada para empu tari untuk menyempurnakan Tari Golek Menak. Salah satu penari dalam Bedhaya Sabda Aji adalah putri sulung Sri Sultan HB X, GKR Pembayun.
Bedhaya Angron Sekar. Cerita dalam bedhaya ini adalah Sutawijaya yang menaklukan Arya Penangsang. Istri Arya Penangsang, Angron Sekar, bermaksud balas dendam. Namun, akhirnya justru Angron Sekar jatuh cinta terhadap Sutawijaya. Bedhaya Angron Sekar ini merupakan karya dari K.R.T. Sasmintadipura.
Beksa Golek Menak. Tari ini biasa juga disebut Beksan Menak karena mengandung arti menarikan wayang Golek Menak. Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Sri Sultan Hamengku Buwana IX sangat terkesan menyaksikan pertunjukan Wayang Golek dari Kedu itu. Maka dibenak beliau timbul ide untuk menarikan wayang golek itu di atas pentas. Beksa Golek Menak bersumber dari cerita Menak Cina.
Golek Ayun Ayun. Tarian ini menampilkan daya tarik dan keindahan seorang perempuan yang mempercantik diri.
Sekar Pudyastuti. Tarian yang merupakan tarian penyambutan khusus ini menampilkan gerakan tarian gaya perempuan Yogyakarta yang anggun.
Golek Retno Adaninggar. Ditampilkan dengan gaya Golek Menak yang diadaptasi dari wayang golek. Tarian Solo ini menggambarkan masa ketika putri China, Retno Adaninggar menyadari penangkapan orang-orang yang dikasihi oleh musuhnya. Mulai dari itu dia bersiap-siap untuk ikut ke medan pertempuran.
Topeng Putri Kenakawulan. Tari topeng ini diadaptasi dari kisah Panji pada abad ke-15 dan menggambarkan putri Kenakawulan yang jatuh cinta kepada Carangwaspa.
Klono Alus Jungkungmandeya. Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata yang menggambarkan Pangeran Muda Jungkungmandeya yang jatuh cinta kepada Srikandi. Tarian ini merupakan contoh yang bagus untuk tari gaya alus.
Klono Gagah Dasawasisa. Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata yang menggambarkan Raja Dasawasisa yang sedang mabuk cinta kepada Wara Sumbadra.
Topeng Klono Alus. Tari topeng ini diadaptasi dari cerita Panji abad ke-15 yang menggambarkan pangeran muda Gunungsari yang jatuh cinta kepada Ragil Kuning.
Topeng Klono Gagah. Tari topeng ini diadaptasi dari cerita Panji abad ke-15 yang menggambarkan Raja Sewandana yang sedang mabuk cinta kepada Candrakirana.
Jaka Tarub–Nawangwulan. Tari bercerita tentang seorang pemuda bernama Jaka Tarub yang sedang berburu burung di hutan dan melihat bidadari cantik turun dari khayangan hendak mandi di danau. Dia bersembunyi dan mengintip bidadari Nawangwulan dan jatuh cinta. Ketika Nawangwulan sedang mandi Jaka Tarub mencuri pakaiannya sehingga Nawangwulan tidak bisa bisa kembali ke khayangan.
Retna Dumilah–Panembahan Senopati: Cerita dalam tarian ini mengisahkan peperangan Panembahan Senopati Kerajaaan Mataram dengan Raja Madiun pada abad ke 7 di Jawa. Raja Madiun yang kalah memberikan putrinya, Retno Dumilah, sebuah keris ampuh untuk membunuh Senopati. Ketika Retno Dumilah menghunus kerisnya, Senopati mendekatinya dengan penuh perasaan sehingga mematahkan kekuatan keris Retno Dumilah. Akhirnya, Retno Dumilah menjadi istri Senopati.
Srikandi–Larasati: Selama masa menjelang pernikahannya dengan Arjuna, Srikandi setuju untuk melakukan kontes untuk membuktikan kekuatannya kepada Larasati. Larasati menantangnya dan akhirnya terkalahkan. Namun, Srikandi tetap memaksa Larasati untuk menikah dengan Arjuna.
Srikandi–Suradewati. Tari ini bercerita tentang kecemburuan Srikandi pada Putri Suradewati. Srikandi kemudian menantang Suradewati bertanding, dan akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh Srikandi menang.
Sirtupilaeli–Sudarawerti. Tari ini bercerita tentang pertarungan antara Sirtupilaeli dengan Sudaraweti sebagai penentu siapa yang akan menikah dengan Menak Djinggo. Pada awalnya, hanyalah pemenang pertempuran yang dapat menikah dengan Menak Djinggo. Namun, setelah pertandingan, kedua perempuan ksatria tersebut akhirnya menjadi istri Menak Djinggo.
Rengganis–Widaninggar. Tari ini bercerita tentang Putri China Widaninggar yang hendak membalas dendam atas kematian saudaranya yang mati dalam pertempuran memperebutkan cinta Menak Djinggo. Tetapi Widaninggar dikalahkan oleh saudara ipar pembunuh saudaranya, yaitu Rengganis.
Umarmaya–Umarmadi. Raja Umarmadi pertama harus mengalahkan Kepala penasehat Umarmaya sebelum dia dapat mengalahkan Menak Djinggo. Umarmadi kalah tetapi kemudian dia dan Umarmaya berteman baik.
Beksan Senggana–Saksadewa. Tarian ini merupakan bagian dari cerita Ramayana yang disebut “Senggana Duta”. Sri Rama memberi Senggana (Anoman), seekor monyet putih untuk mencari istri Rama, Dewi Sinta. Senggana menemukan Sinta dan agar bertemu dengan Rahwana dia menghancurkan Argasaka. Raksasa Saksadewa, anak Rahwana menjadi marah dan ingin menangkap Senggana tetapi terbunuh dalam pertempuran.
Beksan Gathutkaca–Pregiwa. Tari ini menggambarkan bagian dari kisah Mahabharata. Gathutkaca mengungkapkan pada Pregiwa bahwa dia jatuh cinta kepadanya. Pregiwa menerima cintanya dan berjanji untuk setia sehidup semati.
Beksan Carangwaspa–Kenakawulan: Cerita ini diambil dari cerita Panji. Dewi Kenakawulan dari Manggada ingin menguji kekuatan Raden Panji Carangwaspa. Jika dapat mengalahkannya dia akan menjadi istrinya.
Beksa Umarmaya–Jayengpati: Tarian ini merupakan bagian dari cerita Menak Djinggo. Prabu Jayengpati Raja dari Tunjungyaban telah mencuri pusaka “Sonsong Tunggalnaga” dari pemiliknya Wong Agung Jayengrana. Adipati Umarmaya dari negeri Puserbumi mencoba untuk merebut pusaka dan mengembalikan pada Wong Agung Jayengrana. Dia berhasil melakukannya dengan mengalahkan Prabu Jayengpati Raja.
Tari Serimpi Sangupati : Tarian sakral jogja
B. Keistimewaan

Sebagai pusat budaya, Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki berbagai kekayaan budaya adiluhung bernilai seni tinggi. Salah satunya adalah Tari Klasik Gaya Yogyakarta-Mataraman yang sangat banyak macam dan jumlahnya. Tari klasik ini mulai ada saat keraton bediri dan masih tetap eksis hingga saat ini, serta diharapkan terus berkembang hingga seterusnya. Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki tarian pusaka yang bersifat sakral, yaitu Bedhaya, yang merupakan induk dari semua tari putri gaya Yogyakarta.
Tari klasik bukanlah semata-mata komposisi gerak tubuh yang disusun menjadi satu kesatuan sajian tontonan yang utuh, namun dibalik itu tersimpan sebuah kisah atau makna filosofis yang tinggi untuk disampaikan sebagai sebuah pesan bagi kehidupan manusia.

C. Lokasi

Tari-tarian klasik gaya Yogyakarta-Mataraman ini, dapat Anda nikmati di Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat dan di Pura Pakualaman pada setiap acara penobatan maupun pagelaran yang digelar oleh kedua keraton tersebut. Bagi Anda yang ingin melihat proses latihan para penari Tari Klasik ini, dapat mengunjungi Bangsal Pagelaran yang terletak di bagian utara keraton setiap hari Minggu pagi.
Sementara itu, untuk lokasi Tari Klasik dari Keraton Pakualaman, bisa Anda nikmati di Pura Pakualaman yang berlokasi di Jl. Sultan Agung, Kecamatan Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

D. Akses

Lokasi Keraton Yogyakarta yang terletak di pusat Kota Yogyakarta menjadikan akses menuju ke keraton ini sangat mudah. Selain dapat menggunakan kendaraan pribadi, Keraton juga bisa diakses sebagian besar angkutan umum yang melintas di Kota Yogyakarta.
Sementara itu, Pura Pakualaman dapat diakses dari Bandara Adisutjipto dengan menggunakan Bus Trans-Jogja (trayek 1A atau 1B) melewati Jalan Kusumanegara dan Sultan Agung dengan membayar ongkos sekitar Rp 3.000,00. Setelah sekitar 25 menit kemudian, wisatawan dapat turun di Halte Bus Trans-Jogja di depan Pura Pakualaman, kemudian jalan kaki sekitar 50 meter menuju Pura Pakualaman. Jika berangkat dari Terminal Giwangan, pewisata dapat menggunakan bus kota jalur 4 atau jalur 12 melewati Jalan Sultan Agung, kemudian turun di depan Pura Pakualaman dengan membayar ongkos sekitar Rp. 3.000,00 (Juli 2010).
Selain itu, jika berangkat dari Stasiun Lempuyangan, wisatawan dapat menggunakan becak atau andong menuju Pura Pakualaman dengan membayar ongkos sekitar Rp. 15.000,00 atau bisa juga menggunakan taksi dengan membayar ongkos kurang lebih Rp. 20.000,00. Sementara pewisata yang berangkat dari Stasiun Tugu dapat menggunakan becak atau andong menuju ke Pura Pakualaman dengan membayar ongkos kurang lebih Rp. 10.000,00.

E. Harga Tiket

Tiket masuk ke bagian depan Keraton, yaitu Pagelaran dan sekitarnya sebesar Rp. 5.000,00 sedangkan tiket masuk untuk bagian dalam Keraton melalui Keben sebesar Rp. 7.000,00. Sementara itu, kunjungan Anda ke Pura Pakualaman tidak dikenai biaya sepeser pun. Istana kedua di Yogyakarta ini buka setiap hari pada pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB. Sedangkan untuk Museum Pakualaman buka pada hari-hari tertentu, yakni Minggu, Selasa, dan Kamis, pukul 09.00 sampai pukul 13.30 WIB.

F. Akomodasi dan Fasilitas
Tempat parkir kendaraan, terdapat di sekitar Pagelaran, sekitar Keben, dan Alun-alun Utara. Banyak terdapat kios penjual cinderamata di sekitar Keraton. Di dalam komplek Pura Pakualaman terdapat sebuah Masjid Besar Pakualaman yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II. Selain itu, juga ada Stasiun Radio Star FM dan kantor-kantor unit usaha yang dijalankan oleh keluarga besar Paku Alam.






sumber: http://daftarwisatajogja.blogspot.co.id/p/macam-tarian-tradisional-khas-jogja.html

Tarian Daerah dari Provinsi di Pulau Sulawesi

tarian daerah dari sulawesi
Artikel kali ini adalah mengenai Tarian daerah yang ada di Pulau Sulawesi. Semoga bisa bermanfaat menambah pengetahuan kita tentang tarian apa saja yang yang berasal dari Provinsi-provinsi yang terdapat di Pulau Sulawesi.
Oh iya, artikel ini adalah atas permintaan salah satu pembaca untuk menyelesaikan tugas sekolahnya. Jika suatu saat kalian ingin tugas kalian dibantu karena kesulitan mencarinya, kamu bisa meminta bantuan untuk mempermudah menyelesaikan tugas
 A. SULAWESI SELATAN
Jenis-jenis tarian tradisional dari Sulawesi Selatan antara lain yaitu :
1. Tari Mabbissu atau Maggiri
Tari mabbissu dibawakan oleh 6 Orang bissu utama. Keenam bissu tersebut berdandan seperti laki-laki dengan pakaian berwarna keemasan dan menggunakan badik dipinggangnya. Setelah terdengar tabuhan gendang yang berirama khas, mereka melantunkan nada menggunakan bahasa To Rilangi (bahasa orang Bugis). Sambil menari memutar benda-benda yang dikeramatkan dan diyakini sebagai tempat para leluhur.
2. Tari Pakarena
Tari Kipas Pakarena berasal dari masyarakat Gowa yang. Dalam bahasa setempat, “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki arti “main”. Menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. 
3. Tari Pa' Gellu'
Salah satu jenis tarian yang dipertunjukkan untuk mengekspresikan rasa suka cita adalah Pa’Gellu’. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para remaja. Mereka menari diiringi irama tabuhan gendang yang dimainkan empat remaja putra. 
Tarian Pa’Gellu sebenarnya melambangkan acara penyambutan terhadap para patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan. Tapi sekarang, tarian ini sudah sering dipertunjukkan pada upacara kegembiraan lainnya, seperti pesta pernikahan, pesta syukuran di musim panen, atau saat menyambut tamu kehormatan.

4. Tari Bossa atau Paduppa
Tari Bossa berasal dari kata bosara, yang merupakan tempat untuk menyajikan makanan atau penganan sebagai tanda penghormatan kepada tamu jauh. Alat ini masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat Sulawesi Selatan dalam acara pernikahan atau mempertemukan pasangan pengantin. Tari Bossara adalah tarian yang menggambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan tamu akan menghidangkan bosara, sebagai tanda syukur atau hormat.
5. Tari Pattenung
Tari pattenung merupakan tarian yang berasal dari daerah Wajo, Sulawesi Selatan. Tarian ini merupakan tarian yang tergolong rumit, karena gerakannya sangat rinci/detail. Gerakan dalam tariannya menyerupai gerakan para wanita yang sedang menenun. 
6. Tari Ganrang Bulo
Tarian Ganrang Bulo merupakan tarian yang dimainkan oleh sekelompok penari laki-laki. Nama tarian ini berasal dari “Ganrang Bulo” yang berarti gendang bambu. Pada tarian  ini, sebagian penari memukul-mukul gendang secara berirama, sedangkan pemain lainnya mendentingkan sejenis castagnet dari sendok porselen yang dipegang dengan satu tangan. Atraksi tarian Ganrang Bulo merupakan tarian yang bertempo cukup cepat, gerakannya kadang lucu, para pemainnya menirukan monyet, dan tentu saja menghibur.
B. SULAWESI BARAT :

Dari Sulawesi Barat, tarian tradisonal dari daerah ini yaitu :
  1. Tari Bamba Manurung, ditujukan sewaktu acara pesta Adat Mamuju yang dihadiri oleh para penghulu adat beserta para tokok adat. Pakaian tari ini disebut baju Badu, dan di hiasi oleh bunga melati beserta kipas sebagai perlengkapan tarinya.
  2. Tari Bulu Londong, ditujukan pada acara Rambutuka sebagai rasa syukur penduduknya.Pakaian tari ini mengenakan baju adat Mamasa yang berbahan bulu burung.  Perlengkapan tari yang dipakai adalah terompet, pedang atau tombak, sengo, kepala manusia dll.
  3. Tari Patuddu ditujukan dalam acara untuk menyambut para tetamu dari luar maupun dalam negeri. Tarian ini merupakan tarian suku Mandar yang tinggal di Sulawesi Barat.

Selain itu tarian dari daerah Sulawesi Barat lainnya, antara lain :

  • Tari Ma Bundu
  • Tari Motaro
  • Tari Tuduq Mandar Pembolongatta
  • Tari Tuduq Kumba
  • Tari Dego Pallaga
  • Tari PaJinang
C. SULAWESI UTARA 
Nah kalau dari daerah Sulawesi Utara, tariannya yaitu sebagai berikut :
  1. Tari Kabasaran adalah Tarian adat yang kebanyakan dibawakan oleh pria lengkap dengan senjata tajam berupa pedang atau tombak ini, sangat identik dengan gerakan yang meniru perkelahian ayam jantan.Menurut salah satu tokoh kebudayaan dari Minahasa, Jessy Wenas, Tarian Kabasaran adalah tarian adat untuk perang atau tarian untuk mengawal salah satu tokoh adat penting di Minahasa.
  2. Tari Maengket adalah seni tarian rakyat Minahasa di Kota Manado yang merupakan tarian dan disertai nyanyian dengan diiringi gendang atau tambur. Asal – usul tari Maengket kala dulu Nenek Moyang di Minahasa hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka Tari Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu : – Maowey Kamberu – Marambak – Lalayaan..
  3. Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang berlipat ganda/banyak. 
  4. Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan, rakyat Minahasa Bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampong diundang dalam pengucapan syukur. 
  5. Lalayaan adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada zaman dahulu akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-mudi zaman dahulu kala di Minahasa. 
D. SULAWESI TENGAH 
Sekarang giliran dari Sulawesi Tengah :
  1. Tari Pomonte adalah salah satu tari daerah yang telah merakyat di Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan simbol dan refleksi gerak dari salah satu kebiasaan gadis-gadis suku Kaili pada zaman dahulu dalam menuai padi, yang mana mayoritas penduduk suku Kaili adalah hidup bertani.
  2. Tari Lumense dan Peule Cinde, adalah jenis tarian untuk menyambut tamu-tamu terhormat, yang diakhiri dengan menaburkan bunga kepada para tamu tersebut.
  3. Tari Mamosa, merupakan tarian perang yang dibawakan oleh seorang penari pria dengan membawa parang dan perisai kayu, yang ditarikan dengan gerakan melompat-lompat seperti menangkis serangan. Tarian ini diiringi alat musik gendang dan gong.
  4. Tari Morego; sejenis tarian untuk menyambut kepulangan para pahlawan dari medan pertempuran dengan membawa kemenangan. Sebelum tarian ini ditarikan, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti meminta restu kepada pemangku adat, kemudian mencari wanita pasangan menari yang belum menikah.
  5. Tari Pajoge, merupakan tarian yang berasal dari lingkungan istana, dan biasanya ditarikan pada waktu ada pesta pelantikan raja. Tarian ini merupakan hasil pengaruh unsur kesenian dari kebudayaan yang berkembang di Sulawesi Selatan. Para penarinya terdiri dari tujuh penari wanita dan seorang penari pria.
  6. Tari Balia, merupakan sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animisme, yaitu pemujaan terhadap benda-benda keramat, khususnya yang berhubungan dengan pengobatan tradisional terhadap seseorang yang terkena pengaruh roh jahat.

E. SULAWESI TENGGARA

Berikutnya, dari Sulawesi Tenggara, tarian daerahnya :
Tarian Rakyat Malulo
Tarian Malulo atau Lulo (dari bahasa tolaki: Molulo), merupakan salah satu jenis kesenian tari tradisional dari daerah Sulawesi Tenggara. Suku Tolaki sebagai salah satu suku yang berada di daerah inimemiliki beberapa tarian tradisional, salah satu tarian tradisional yang masih sering dilaksanakan hingga saat ini adalah tarian persahabatan yang disebut tarian Lulo. 
Selai itu, tarian lain yang berasal dari Sulawesi Tenggara, yakni :
  • Tari Umoara
  • Tari Mowindahaku
  • Tari Lariang
  • Tari Moida-Ida
  • Tari Lumense, dan
  • Tari Mangaru



sumber:  http://caritugascepat.blogspot.co.id/2015/10/tarian-daerah-dari-provinsi-di-pulau.html

14 Tari Tradisional dari Kalimantan / Suku Dayak

Suku Dayak merupakan salah satu etnik suku yang ada di Indonesia. Suku yang ada di Pulau Kalimantan ini memiliki beragam kebudayaan yang patut kita kenal dan kita banggakan sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia.

Salah satu kekayaan tradisi dari Kalimantan / Suku Dayak adalah seni tari. Dan pada artikel kali ini, Kita akan menjelajah beberapa tarian tradisional dari Kalimantan. Dan berikut 14 Tari Tradisional dari Kalimantan / Suku Dayak

1. Tari Gantar


Tari Gantar adalah salah satu tarian tradisional kalimantan yang menggambarkan gerakan orang sedang menanam padi.

Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.

Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

Untuk mengetahui keindahan tarian gantar ini, silahkan simak video berikut ini :

2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang


Tarian Kancet Papatai / Tari Perang menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.

Dalam tari Kancet Papatai, penari mempergunakan pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.


3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong


Tari Kancet Ledo atau disebut juga Tari Gong merupakan salah satu ekspresi seni masyarakat Dayak yang mendiami Kalimantan Timur.

Tari Gong adalah tari yang mengekspresikan tentang kelembutan seorang wanita dengan menari di atas Gong dengan gerakan yang lemah lembut dan penuh keseimbangan. Tari ini mengungkapkan kecantikan, kepandaian dan lemah lembut gerakan tari. Sesuai dengan nama tarinya, tari Gong ditarikan di atas sebuah Gong, diiringi dengan alat musik Sapeq ( alat musik yang dipetik seperti kecapi).

Penari Gong menggunakan busana berupa baju manik dan Taah ( pakaian khas wanita yang terdiri dari kain beludru yang dihiasi manik-manik, yang dipakai dengan cara dililitkan pada pinggang, yang masing-masing ujung tali dililitkan dan berhenti di pusar ), serta perlengkapan lainnya yang digunakan Lavung ( Topi yang dibuat dari rotan dan terdapat corak-corak sesuai dengan corak baju dan Taah), dan kalung yang terbuat dari manik-manik yang berwarna dan gigi atau taring Macan, dan bulu burung Enggang yang dikenakan di kedua belah tangan penari.

Kesederhanaan tari Gong terlihat pada gerak dan musik. Gerak pada tari Gong hanya beberapa segmen tubuh saja yang bergerak, serta bentuk gerakannya diulang- ulang pada saat penari menuju Gong, saat berada di atas Gong dan turun dari Gong. Tari Gong memiliki gerak kaki yang sederhana dalam melangkah dan ayunan tubuh dan tangan yang lemah lembut. Kostum yang digunakan sangat mewah karena terbuat dari manik-manik yang dirangkai menjadi motif – motif binatang seperti motif Kalung Aso (Naga Anjing), pola permainan musik yang mendukung tarian ini datar tidak terjadi pergantian iringan dari awal hingga akhir tari.

Dilihat dari gerak dan tatapan mata yang dimiliki lembut dan lincah karena disamakan dengan sifat seekor burung, di mana burung mempunyai sifat yang cepat, lembut dan lincah. Bentuk gerak dalam tari Gong ini tergolong sederhana, gerak yang merupakan ekspresi yang menirukan gerak hewan tiruannya seperti burung Enggang. Penari melakukan gerakan-gerakan yang sederhana dan mudah. Dalam gerak yang melambangkan hubungan manusian dengan burung Enggang terlihat dalam gemulai gerak tangan, tubuh dan kaki. Gerak pelan pada tangan mengibaratkan kepak sayap burung Enggang.

Gambar Tari Gong sumber : https://www.pinterest.com/pin/501447739734171178/

4. Tari Kancet Lasan


Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

5.   Tari Leleng


Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.

6.   Tari Hudoq

HUDOQ  adalah tarian topeng yang bagi suku / etnis Bahau di percaya sebagai tarian kedatangan para dewa utusan Sang Pencipta ke dalam dunia , untuk menjaga  dan melindungi kehidupan dan tanaman padi yang baru di tanam. Karena kuatir manusia bisa ketulahan / sakit / mati, bila melihat / memandang langsung wajah para dewa, maka “ NALING LEDAANG “ pemimpin para dewa,  mengajak teman –temannya membuat topeng dari pohon kayu Jelutung / Jabon /Kitaaq, dan membuat pakaian dari daun pisang “ uraan “ Untuk menutupi seluruh tubuh mereka .
Selain itu ada juga masyarakat yang percaya, pada saat di laksanakan Upacara Adat Hudoq, yang sakit  akan di sembuhkan bila terkena kibasan kostum daun pisang tersebut, pada saat sang Penari  Hudoq menari . Berita kedatangan Hudoq ini sangat tersohor sehingga bagi siapa saja yang mendengar kabar akan diadakan Upacara adat hudoq , pasti akan berusaha meluangkan waktu ,dengan aneka macam tujuan pribadi, di samping rindu ingin menari bersama karena upacara adat ini hanya di laksanakan setahun sekali .
 Ada juga di kepercayaan yang kuat dalam masyarakat adat Etnis Bahau bahwa saat inilah berkat dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa lebih banyak dan berlimpah datang secara nyata, dalam suasana yang meriah dan akrab .
Upacara adat Hudoq di laksanakan setelah usai menanam padi di ladang terakhir penduduk yang melaksanakan usaha ladang pada satu tahun berjalan. Untuk di wilayah pedalaman Mahakam Ulu etnis suku Bahau, melaksanakan upacara adat ini pada bulan Oktober Tahun berjalan . Untuk wilayah hilir Mahakam dan di kota Samainda, masyarakat etnis Bahau melaksanakan upacara adat Hudoq pada bulan November dalam tahun berjalan . Di samping Upacara adat ini di percaya mendatangkan berkat dan rahmat langsung dari sang pencipta, juga dapat di percaya membuang segala kesialan hidup pada diri seseorang .
Upacara adat hudoq dapat di laksanakan di sebuah halaman yang cukup luas, dan pelengkapan adat ini di letakan mengarah matahari terbit .
Para pelaksana adat terdiri dari pemimpin adat / tokoh adat / kepala adat dan di bantu oleh pelaksana adat wanita dengan syarat telah melaksanakan adat lengkap seperti : Nama diri setelah melewati prosesi upacara adat .
Upacara adat hudoq terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
  1. Tahapan pembukaan /Hudoq Aput / Putpoot, Sehari sebelum di laksanakan upacara adat ini semua masyarakat yang melaksanakan usaha ladang pergi keladang masing – masing mengambil sedikit tanah / daun padi yang mati / layu untuk di lakukan upacara adat tolak bala / adat pemurnian yang disebut dengan  “ LEMIVAA “ keesokan hari nya di laksanakan hudoq pembukaan
  2. Tahap Hudoq Kawit . Sebelum di laksanakan dalam satu hari semua masyarakat adat baik yang melaksanakan usaha ladang maupun yang tidak atau masyarakat umum , berkumpul di rumah pimpinan adat untuk melaksanakan adat pemurnian umum yang di sebut dengan “ LEMIVAA TASAAM “ Kemudian keesok harinya dapat di laksanakan ke upacara Hudoq Kawit.
  3. Tahap penutup / Hudoq Pakoq .
     Tarian hudoq yang asesorisnya terbuat dari macam – macam tanaman bunga atau daun pakis, pada puncak acara ditutup dengan membuang  dan mencuci wajah dari arang dengan tujuan kembali pada kehidupan .
Bahan –bahan yang disampaikan pada pelaksanaan Upacara adat ini terdiri dari :
1.       Ayam kampong
2.       Piring putih
3.       Beras putih
4.       Gelang manic
5.       Kain putih
6.       Telur ayam kampong
Alat - alat perlengkapan kawit     
 

7.   Tari Hudoq Kita’

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.


8.   Tari Serumpai

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).a kita memanfaatkan dan mengelolanya.

9.   Tari Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.


10. Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

11. Tari Pecuk Kina

Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

12. Tari Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

13. Tari Ngerangkau

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14. Tari Baraga’ Bagantar

Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

Demikian 14 Tarian Tradisional dari Kalimantan, dengan mengenal jenis tari tradisional ini semoga bisa menambah kecintaan Kita pada Indonesia :D

Sumber :
http://disbudparkomsamarindakota.blogspot.com
http://chit.blog.com
http://www.kutaikartanegarakab.go.id

sejarah dan perkembangan tari tradisional sunda

Sejarah tari merak jawa barat

Sejarah tari merak jawa barat – Tari Merak merupakan kesenian tari yang berasal dari tanah Pasundan. Sejarah tari merak jawa barat itu sendiri diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950an dan dibuat ualng oleh dra. Irawati Durban pada tahun 1965 .

Dalam Sejarah tari merak jawa barat, Banyak orang salah kaprah mengira jika tarian ini bercerita tentang kehidupan dan keceriaan merak betina, padahal tarian ini bercerita tentang pesona merak jantan yang terkenal pesolek untuk menarik hati sang betina.

Sang jantan akan menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk menarik hati sang betina. Gerak gerik sang jantan yang tampak seperti tarian yang gemulai untuk menampilkan pesona dirinya yang terbaik sehingga sang betina terpesona dan melanjutkan ritual perkawinan mereka.

Setiap gerakan penuh makna ceria dan gembira, sehingga tarian ini kerap digunakan sebagai tarian persembahan bagi tamu atau menyambut pengantin pria menuju pelaminan.

Kostumnya yang berwarna warni dengan aksen khas burung merak dan ciri khas yang paling dominan adalah sayapnya dipenuhi dengan payet yang bisa dibentangkan oleh sang penari dengan satu  gerakan yang anggun menambah indah pesona tarian ini, serta mahkota yang berhiaskan kepala burung merak  yang disebut singer yg akan bergoyang setiap penari menggerakkan kepalanya.

Dalam setiap acara tari Merak paling sering ditampilkan terutama untuk menyambut tamu agung atau untuk memperkenalkan budaya Indonesia terutama budaya Pasundan ke tingkat Internasional .

Post title Sejarah tari merak jawa barat
sejarah kendang, sinopsis gambar judul asal daerah pencipta kostum seni tari tradisional, peran tari kipas, filosofis tari sumatera, sejarah topeng jawa tengah, sejarah tari buchaechum dari korea, sinopsis tari bali, keunikan tarian, keterangan tari asas dari singapura, sinopsis tari topeng betawi, sejarah macam-macam tarian, ragam tarian lilin, makna tari merak jawa barat, sejarah tari klasik, filosofi gerakan tari merak, gambar tarian dayak dan asal tarian, keunikan kostum tari topeng, gambar pakaian adat serta asal usulnya, kesenian asli ponorogo, kesenian jawa barat lengser  tarian adat jawa barat, ciri-ciri tari lilin, macam-macam tarian di jawa timur, makna ngeremo dalam bahasa jawa





Tari Jaipong Jawa Barat


Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.

Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.

SejaraTariJaipong
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerakkesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.



Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

PerkembanganTariJaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.

Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya “kaleran” (utara).

Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.

Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.

Semoga seni tari jaipong ini bisa tetap lestari di Indonesia kita tercinta ini dan jangan sampai diklaim oleh negara lain. Jangan lupa baca juga seni tari Gambyong yang merupakan seni tari




sumber:  http://kelompok7xlipa.weebly.com/

Seni Sumatera Barat


ukiran rumah gadang Sumatera Barat
Sumatera barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera dengan ibu kota Padang. Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Provinsi ini identik dengan kampung halaman Minangkabau. Kawasan Sumatera Barat pada masa lalu merupakan bagian dari kerajaan Pagaruyung. Setelah perjanjian yang dibuat oleh pemuka Adat serta kerabat yang dipertuan Pagaruyung, dan berakhirnya perang Padri, kawasan ini menjadi dalam pengawasan Belanda. Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera, memiliki dataran rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh bukit Barisan. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km. Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer dari lepas pantai Sumatera Barat termasuk dalam provinsi ini. Propinsi Sumatera Barat memiki aneka ragam budaya dan kesenian yang menarik. Kesenian Sumatera Barat
Kekayaan budaya Sumatera Barat tersebut meliputi tarian tradisional, makanan khas, alat musik tradisional, rumah adat, pakaian adat, keragaman suku, perayaan adat, lagu tradisional dsb. Berikut adalah ulasan dari berbagai macam kebudayaan Sumatera Barat
Tarian tradisional
Secara garis besar seni tari dari Sumatera Barat adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, diantaranya tari Pasambahan, tari Piring, tari Payung dan tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (akting) yang dikenal dengan nama Randai. Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai disebut Turuk Langai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan tersebut, misalnya tari Burung, tari Monyet, tari Ayam, tari Ular dan sebagainya.
Kuliner khas
Produk kuliner Sumatera Barat merupakan salah satu yang dikenal luas di Indonesia dan disebut juga dengan istilah Masakan Minangkabau yang diperkenalkan oleh para perantau Minangkabau dari berbagai daerah di Sumatera Barat. . Masakan Sumatera Barat dikenal banyak menggunakan santan dan daging, memiliki rasa pedas dari penggunaaan bumbu dan rempah-rempah. Salah satu masakan khas daerah sumatera barat yaitu rending. Rendang daging adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai bahan utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari di semua kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. sedangkan minumannya adalah teh talua. Teh Talua atau Teh Telur adalah minuman khas Sumatra Barat yang merupakan menu wajib di warung tradisional maupun restoran Padang. Minuman ini terdiri dari campuran teh, gula dan telur dan sedikit perasan jeruk nipis. Telur yang digunakan biasanya adalah telur ayam kampung. Teh talua biasanya diminum oleh para petani yang hendak meladang, sebagai penambah stamina kerja.
Alat musik tradisional
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional antara lain :
1. Saluang
2. bansi
3. talempong
4. rabab
5. gandang tabuik
lagu tradisional
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu – lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau. Contoh lagu tradisional dari provinsi Sumatera Barat adalah kambanglah bungo, barek solok, rang talu, malam baiko dan lain – lain.
Pakaian adat
Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tersebut dari daerah sana. Jadi pakaian adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain.
Perayaan adat
Perayaan adat yang disebut juga dengan perayaan adat. Upacara di daerah minangkabau ini beragam mulai upacara kematian, upacara pernikahan, upacara selamatan, upacara yang berkaitan dengan perekonomian, dan upacara sepanjang hidup manusia. Upacara sepanjang hidup manusia seperti upacara karek pusek, mengaji di surau, tamat kaji (khatam al-qur’an), upacara sunat rasul, dll.
Keragam suku
Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak dan suku Mandailing. Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Tamil dan suku Nias dan di beberapa daerah transmigrasi (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa.
Rumah adat
Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku / kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah. Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
Seni arsitektur merupakan kebudayaan
Rumah adat termasuk dalam seni arsitektur. Di dalam seni arsitektur pencipta dapat merancang sebuah gedung dengan inisiatifnya tersendiri. Pencipta dapat merancang gedung yang akan di buatnya dengan mewah, unik dan anggun seperti yang di inginkan. Ia dapat menambahkan berbagai hiasan, pola ataupun bentuk-bentuk yang menarik baginya. Begitu pula orang-orang yang melihat bangunan tersebut. Mereka dapat merasakan seni yang terkandung di bangunan tersebut dan memiliki rasa keingintahuan yang lebih dalam lagi untuk mengetahui filosofi bangunan tersebut. Dalam artian secara sempit ataupun secara global Seni Arsitektur memiliki arti “seni atau ilmu dalam merancang bangunan-bangunan”. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap. Hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain parabot dan desain produk arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur adalah bidang multi disiplin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, “Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan di lengkapi dengan proses belajar, dibantu dengan penilaian terhadapkarya tersebut sebagai karya seni”. Ia pun menambah bahwa seorang arsitek harus fasih dalam bidang musik, astronomi, dan sebagainya. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, Impirisialisme, Fenomenologi, Struktur ralisme, Post-strukturalisme, dan Dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang mempengaruhi arsitektur.
Seni Arsitektur berawal dari peradapan nenek moyang kita misalnya bagunannya mengandung ukiran-ukiran atau bentuk-bentuk yang lainnya, sehingga dapat di turunkan ke anak-anaknya sampai sekarang. Di Indonesia terdapat banyak-banyak macam seni arsitektur di antaranya Arsitektur Rumah Gadang, seperti bangunannya terdapat ukiran-ukiran yang indah dan mempunyai arti, kemudian atapnya yang berbentuk seperti tanduk dan masih banyak lagi, sehingga seni arsitektur memiliki nilai budaya.
Seni Arsitektur berhubungan dengan budaya karena seperti yang dijelaskan di atas bahwa didalam rumah gadang mengandung banyak budaya – budaya. Rumah gadang adalah nama untuk rumah adat minangkabau yang merupakan rumah adat tradisional dan banyak dijumpai di daerah Sumatra Barat, Indonesia. Rumah gadang juga memiliki beberapa nama panggilan yang lain. Seperti bagonjong, dan baanjung. Disebut bagonjong karena memiliki bentuk atap yang melengkung ke atas dengan ujung runcing mirip bentuk tanduk kerbau. Sedangkan disebut baanjung karena di sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya ruang anjuang (anjung). Ruang ini digunakan oleh masyarakat setempat sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat.
Bentuk dasar rumah gadang adalah empat persegi panjang, berupa rumah panggung. Bentuk dindingnya yang membesar ke atas disebut silek. Untuk menghindari tampias dikala hujan. Tangga untuk menuju ke pintu terletak di depan rumah dan beratap. Rumah ini dibagi beberapa kamar yang disebut bilik, biasanya berjumlah ganjil. Rumah ini biasanya juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau (Darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai Nagari saja rumah gadang ini boleh didirikan. Begitu pula pada kawasan yang disebut dengan rantau. Rumah adat ini dahulunya juga tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau. Fungsi dari rumah ini yaitu sebagai tempat tinggal bersama, sebagai lambang kehadiran suatu kaum, sebagai pusat kehidupan dan kerukunan, sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit. Rumah ini memiliki ketentuan sendiri. Dalam rumah gadang, kamar yang ada di rumah tersebut memiliki bagian dan fungsi sendiri. Jumlah kamarnya bergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalam. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar, sementara orang tua dan anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung. Bagian dalam rumah gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara 3 dan 11.
Rumah gadang biasanya di bangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku atau kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut. Di halaman depan rumah gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan rangkiang, di gunakan untuk menyimpan padi. Rumah gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung. Sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat. Anjung pada kelarasan bodi chanlago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya. Sedangkan pada kelarasan kotopiliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan yang berbeda. Salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan hiranki, menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga. Pada golongan lainnya anjuang seolah olah mengapung di udara. Tidak jauh dari kompleks rumah gadang tersebut. Biasanya juga di bangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.
Ciri – ciri bentuk dasar rumah gadang yang dasarnya berbentuk balok persegi empat yang mengembang ke atas. Garis melintangnya melengkung tajam dan di tandai dengan bagian tengah lebih rendah. Lengkung atap rumahnya sangat tajam seperti tanduk kerbau. Sedangkan lengkung badan dan rumah landai seperti badan kapal. Atap rumahnya terbuat dari ijuk. Bentuk atapnya yang melengkung dan runcing ke atas disebut gonjong. Ciri – ciri lain dari rumah gadang yaitu ukiran – ukiran pada dinding bagian luar dari rumah gadang. Pada bagian dinding rumah gadang dibuat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertical, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding rumah gadang. Pada dasarnya ukiran pada rumah gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi motif umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga, dan berbuah.


Adapun sejarah atap rumah gadang adalah bentuk atap yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita “Tombo Alam Minangkabau”. Cerita tersebut tentang kemenangan orang minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa. Bentuk – bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang minangkabau, baik sebagai simbol atau perhiasan. Salah satunya pada pakaian adat yaitu tingkuluak tanduk (tengkuluk tanduk) untuk bundo kanduang. Asal – usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang Minangkabau. Konon katanya bentuk badan rumah Gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang pada masa dahulu. Perahu nenek moyang ini dikenang dengan sebutan lancang.

sumber: https://syafitridotorg.wordpress.com/seni-sumatera-barat/